Pelatihan K3 di Era Freelance: Siapa yang Bertanggung Jawab?

Di tengah lonjakan pekerja freelance, kontrak, dan outsourcing, pertanyaan tentang siapa yang bertanggung jawab atas pelatihan K3 menjadi semakin penting. Pekerja freelance kerap tidak terikat secara struktural pada perusahaan, namun tetap bekerja dalam lingkungan berisiko. Lantas, siapa yang wajib melatih mereka?
Regulasi K3: Hanya untuk Pekerja Tetap?
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menyebutkan bahwa semua pekerja yang berada di lokasi kerja menjadi tanggung jawab pemberi kerja, termasuk pekerja tidak tetap. Dengan demikian, aspek perlindungan dan pelatihan K3 seharusnya tidak terbatas pada status kepegawaian.
Tantangan Pelatihan Freelance:
Tidak Ada Sistem Pelatihan Formal
Freelancer sering tidak masuk dalam program pelatihan internal.
Tidak ada kejelasan siapa yang harus mendanai atau menjadwalkan pelatihan.
Mobilitas Tinggi & Lokasi Beragam
Freelance bekerja di berbagai tempat, bahkan lintas negara.
Format pelatihan harus fleksibel: online, hybrid, atau mandiri.
Kesadaran Rendah dari Kedua Belah Pihak
Perusahaan menganggap freelancer harus mandiri.
Freelancer merasa tidak punya akses terhadap fasilitas pelatihan.
Solusi: Model Pelatihan Fleksibel & Kolaboratif
Perusahaan Menyediakan Modul K3 Online: Mudah diakses kapan pun.
Freelancer Wajib Ikut Induksi K3: Minimal pelatihan dasar sebelum mulai bekerja.
Kemitraan dengan Platform Sertifikasi K3: Misalnya, kerja sama dengan LSP atau lembaga pelatihan resmi.
Studi Kasus: Praktik Baik dari Kemnaker
Kemnaker mendorong perusahaan logistik untuk melibatkan mitra kurir freelance dalam pelatihan K3 ringan seperti handling barang, lifting, dan SOP darurat.
Kesimpulan
Di era freelance, pelatihan K3 tidak boleh tertinggal. Perusahaan tetap bertanggung jawab terhadap keselamatan semua pekerja, termasuk yang tidak berstatus tetap. Inisiatif pelatihan fleksibel adalah jalan tengah antara perlindungan dan efisiensi.